RESUME AGRICULTURE JOURNAL
PENGARUH FENOMENA EL-NINO 1997
DAN LA-NINA 1999 TERHADAP CURAH HUJAN
DI BIAK
THE
EFFECT OF 1997 EL-NINO AND 1999 LA-NINA PHENOMENA ON RAINFALL IN BIAK
Pada
kondisi El-Nino, suhu muka laut di Pasifik Ekuator
Timur menjadi lebih panas daripada kondisi normalnya. Hal ini mengakibatkan konveksi banyak terjadi di daerah tersebut yang
menyebabkan curah hujan meningkat. Banyaknya
konveksi menyebabkan massa udara berkumpul ke
wilayah Pasifik ekuator timur, termasuk massa udara
dari Indonesia sehingga wilayah Indonesia curah
hujannya berkurang dan di beberapa wilayah mengalami kekeringan. Coelho dan Goddard menyatakan bahwa
El-Nino
memainkan peran yang sangat besar terhadap kekeringan di daerah tropis.
Secara
sederhana dapat dijelaskan korelasi antara fenomena El-Nino dengan jumlah awan
yakni pada saat musim kemarau, pertumbuhan awan menjadi lebih sedikit karena
angin yang bertiup pada musim kemarau di Indonesia berasal dari benua Australia
yang sifatnya kering. Jika anginnya kering, maka uap air yang dibawa oleh angin
menjadi lebih sedikit sehingga pertumbuhan awan juga semakin sedikit.
Pada saat
kondisi La-Nina, suhu muka laut di Pasifik Ekuator
Timur lebih rendah daripada kondisi normalnya.
Sedangkan suhu muka laut di wilayah
Indonesia menjadi lebih hangat. Sehingga terjadi
banyak konveksi dan mengakibatkan massa udara
berkumpul di wilayah Indonesia, termasuk massa
udara dari Pasifik Ekuator Timur. Hal tersebut menunjang pembentukan awan dan hujan. Sehingga
fenomena La-Nina sering mengakibatkan curah hujan jauh di atas normal yang
bisa menimbulkan banjir dan tanah
longsor, bahkan sering diikuti angin kencang.
Dapat dikatakan sirkulasi saat kejadian La-Nina ini sama seperti sirkulasi saat normal hanya saja angin pasat timur menjadi lebih
kuat dari biasanya yang mengakibatkan konvergensi
lebih kuat dan menghasilkan hujan yang lebih besar
dari biasanya.
Jika
dijelaskan secara lebih detail dan dikaitkan dengan unsur awan, maka terdapat
sebuah korelasi antara musim penghujan maupun La-Nina dengan jumlah awan yang berada di bumi. Pada
saat musim penghujan, suhu permukaan laut di Indonesia
menjadi lebih hangat. Sehingga terjadi
banyak konveksi (penguapan) dan mengakibatkan massa udara berkumpul di wilayah Indonesia. Akibat banyaknya
penguapan tersebut, maka massa/ jumlah awan yang berada di udara menjadi
bertambah. Ketika massa awan telah mencapai titik jenuh, maka uap air akan
turun sebagai hujan. Bahkan hujan yang turun dapat melebihi batas normal (La-Nina) karena banyaknya massa uap air yang terkandung di awan.
Secara
umum El-Nino mengurangi curah hujan dan La-Nina meningkatkan curah
hujan di wilayah Indonesia tetapi intensitasnya bervariasi tergantung
lokasi geografi dan kondisi lokal. Berkaitan dengan
hal tersebut, penulis melakukan kajian tentang
pengaruh El-Nino tahun 1997 dan La-Nina tahun 1999 terhadap curah hujan di Biak. Penulis mengambil fenomena El-Nino tahun 1997 karena tergolong El-Nino kuat yang dampaknya terhadap wilayah Indonesia sangat
terasa. Sementara diambil juga fenomena La-Nina 1999 untuk
menjadi perbandingan kondisi saat terjadinya fenomena El-Nino dengan saat terjadinya La-Nina.
Pada
tahun El-Nino 1997, curah hujan diatas normal hanya
terjadi pada bulan Januari dan Juli. Selama 10 bulan lainnya, curah hujan berada dibawah normalnya. Pengurangan jumlah curah hujan paling
besar terjadi pada bulan Agustus (- 215 mm) dan
pengurangan paling rendah terjadi pada bulan
September (-10 mm). Pada tahun La-Nina 1999, curah hujan selama 4 bulan (Januari, Mei, Juni dan Juli) di Biak di bawah normal
dan selama 8 bulan lainya berada di atas normal
dengan tambahan curah hujan relatif tidak signifikan.
Analisis perbandingan anomali curah hujan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Osilasi Selatan mempunyai
peran yang lebih dominan terhadap variasi penyimpangan curah hujan di Biak pada saat El-Nino
maupun La-Nina. Hal ini
ditunjukkan oleh adanya hujan di
atas normal pada bulan Juli 1997 dan adanya hujan di bawah normal pada bulan Mei, Juni, dan Juli
1999.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar