Interaksi Iklim (Curah Hujan) Terhadap Produksi
Tanaman Pangan Di Kabupaten Pacitan
(Relationship Between Climate (Rainfall) and Crop Production in Pacitan)
(Relationship Between Climate (Rainfall) and Crop Production in Pacitan)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Agroklimatologi Semester II
Dosen Pengampu : Dr. Ir. M. Arifin, MT
Nama : Ria Misdian Syahri
NPM : 1624010034
Program
Studi : Agribisnis
Kelas
: A
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
“VETERAN” JAWA TIMUR
SURABAYA
APRIL 2017
PERSOALAN
:
Mengkaji
suatu jurnal ilmiah yang bertema “Dampak Curah Hujan Terhadap Bidang Pertanian”
PEMBAHASAN
:
Data Jurnal :
Judul Jurnal
|
:
|
Interaksi Iklim (Curah Hujan) Terhadap Produksi
Tanaman Pangan Di Kabupaten
Pacitan (Relationship
Between Climate (Rainfall) And Crop Production In Pacitan)
|
Penulis
|
:
|
Suciantini
|
Tahun
Penerbitan
|
:
|
2015
|
Lokasi
Penelitian
|
:
|
12 Kecamatan di Kabupaten Pacitan
|
Sumber
Data
|
:
|
Dinas Pertanian
Kabupaten (Dinas Tanaman Pangan Dan Peternakan Kabupaten Pacitan Tahun 2007
Hingga 2011), Dinas Bina Marga Dan Pengairan Kabupaten Pacitan Dan BMKG Daerah
|
Kajian :
Salah satu komponen
lingkungan yang merupakan faktor penentu keberhasilan suatu usaha budidaya
tanaman adalah iklim/cuaca. Salah satu unsur cuaca/iklim yakni presipitasi
(curah hujan). Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah
datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas
permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off, dan infiltrasi.
Jurnal yang ditulis oleh Suciantini yang berjudul “Interaksi Iklim (Curah Hujan) Terhadap
Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Pacitan” ini berdasarkan data sekunder
yang diperoleh dari Dinas
Pertanian Kabupaten (Dinas Tanaman Pangan Dan Peternakan Kabupaten Pacitan
Tahun 2007 Hingga 2011), Dinas Bina Marga Dan Pengairan Kabupaten Pacitan Dan BMKG
Daerah. Sesuai dengan judul jurnal, penelitian ini dilaksanakan di 12 kecamatan
yang terdapat di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.
Analisis data yang dilakukan
adalah analisis curah hujan, analisis produktivitas berkaitan dengan perubahan iklim
dan lain-lain, sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui keragaman iklim secara
jangka panjang, dibuat keragaman musiman curah hujan dengan menggunakan data
hujan pada wilayah Kabupaten Pacitan. Pada tahun-tahun ElNino, Normal dan
La-Nina dilihat bagaimana pergeserannya.
2. Untuk mengetahui keragaman musiman
produksi padi, digunakan data produktivitas jangka panjang. Dilihat bagaimana
perubahannya pada tahun-tahun El-Nino, Normal dan La-Nina.
Kabupaten Pacitan terletak di bagian paling barat daya Propinsi
Jawa Timur dan berada di kawasan pantai selatan Pulau Jawa berbatasan langsung
dengan Propinsi Jawa Tengah, memiliki luas wilayah daratan 1.419, 44 km2.
Letak geografis Kabupaten Pacitan berada antara 110˚55’ – 111˚25’ Bujur
Timur dan 7˚55’
– 8˚17’
Lintang Selatan. Kabupaten Pacitan secara administratif terbagi
dalam 12 kecamatan, 5 kelurahan dan 159 desa. Sekitar 21% dari luas Kabupaten
Pacitan adalah kawasan pegunungan kapur (karst) dengan topografi : 85% wilayah
berbukit sampai bergunung, 10% bergelombang, dan 5% wilayah datar.
Berdasarkan data dari Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan
Kabupaten Pacitan tahun 2009 diketahui bahwa dari 12 Kecamatan di Kabupaten Pacitan,
semua kecamatan melakukan pertanian tanaman pangan dengan persentase terbesar
di Kecamatan Nawangan yakni sebesar 15%, Kecamatan Kebon Agung dan Kecamatan Tulakan
sebesar 14%. Persentase tersebut didasarkan kepada luas sawah yang diusahakan
pada setiap kecamatan. Di samping penanaman pada lahan sawah, penanaman tanaman pangan di lahan kering juga diusahakan,
bahkan lebih luas daripada lahan sawah. Varietas yang banyak digunakan di
Kabupaten Pacitan adalah IR 64, Sembada, Ciherang, Cibogo, Situ Bagendit, Intani
dan Slegreng (padi lokal). Pada umumnya penanaman pada MT-1 adalah >90% padi
monokultur, dan hanya sebagian kecil yang menanam padi ditumpangsarikan dengan
palawija. Tanaman pada MT II, lebih bervariasi, karena pada umumnya petani
sudah memahami kesulitan pengairan untuk pertanaman padi, meskipun untuk sebagian
kecil wilayah ada yang mengusahakan padi bahkan hingga pertanaman ke 3, seperti
di Desa Candi Kecamatan Pringkuku. Produksi bervariasi dari 2-8 ton/ha. Pola
tanam pada lahan sawah tadah hujan, umumnya adalah padi-palawija/sayuran dan
padi-bera. Penanaman dimulai bulan Desember atau Januari. Di lahan kering penanaman
lebih cepat, umumnya sekitar pertengahan bulan November dengan pola tanamnya
adalah :
1. Padi gogo+palawija – palawija
2. Padi gogo+palawija-bera
3. Palawija-palawija-bera, dan
4. Palawija saja.
Luasan yang menanam palawija saja di lahan kering merupakan luasan
terbesar. Lahan kering ditanami padi gogo, jagung, ubi kayu, kacang tanah,
kacang hijau, kedelai, ubi jalar dan sorgum. Untuk lahan kering selain padi
gogo, ubi kayu mendominasi penanaman. Ubi kayu ditanam pada musim tanam kedua
setelah padi. Ubi kayu dipanen pada saat menjelang musim hujan, dimana
penanaman padi pada musim hujan akan dimulai
Curah hujan memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan
produksi tanaman pangan. Hal ini disebabkan air sebagai pengangkut unsur hara
dari tanah ke akar dan dilanjutkan ke bagian-bagian lainnya. Fotosintesis akan
menurun jika 30% kandungan air dalam daun hilang, kemudian proses fotosintesis
akan berhenti jika kehilangan air mencapai 60% (Griffiths, 1976).
Berdasarkan data luas panen bulanan Pacitan tahun 2006 hingga 2010
(sumber data dari Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Pacitan tahun
2007 hingga 2011) terlihat bahwa untuk padi sawah, persentase panen terbesar
pada bulan Februari hingga Mei, untuk penanaman musim hujan, dan kemudian
mengalami penurunan pada bulan-bulan berikutnya. Umumnya penanaman 2 kali
setahun, kecuali pada tahun 2010, karena curah hujan cukup tinggi sepanjang
tahun. Sedangkan untuk padi gogo, penanaman dilakukan sekali setahun, dan panen
dari bulan Januari hingga Mei. Pada tahun 2007 terjadi pergeseran puncak tanam
yaitu pada bulan April, namun demikian luas panen lebih tinggi dibanding bulan
lainnya, karena pada tahun tersebut terjadi La-Nina. Hal tersebut sejalan
dengan yang dinyatakan oleh Latiri et al (2010) bahwa produksi tanaman sangat berkorelasi
dengan curah hujan pada saat musim tanam. Dari informasi luas panen dan luas
tanam terlihat bahwa sentra produksi padi untuk Kabupaten Pacitan adalah Kecamatan
Pringkuku, Punung dan Donorojo. Ketiga kecamatan tersebut lebih dominan
mengusahakan padi di lahan kering daripada di lahan sawah. Karena memiliki
lahan kering yang luas, maka selain mengusahakan padi, Kabupaten Pacitan juga mengusahakan
tanaman pangan lain, seperti jagung, kacang tanah, kedelai, ubi kayu dan
lain-lain. Dari beberapa tanaman pangan non padi tersebut, ubi kayu ditanam
paling luas, terutama pada tiga kecamatan penghasil padi gogo, yaitu Donorojo,
Punung dan Pringkuku. Mengingat ketiga lokasi yang berada di sebelah Barat
Pacitan ini memiliki kondisi iklim yang relatif mirip. Ubi kayu biasa dipanen
puncaknya pada bulan Agustus hingga September. Luas panen dan produksi ubi kayu
mengalami kenaikan cukup signifikan mulai tahun 2003, kecuali pada tahun
2009-2010 mengalami penurunan, hal tersebut terjadi karena
lahan yang biasa ditanami ubi kayu, beralih ditanami padi, mengingat hujan berlangsung terus hingga penanaman musim tanam ketiga.
lahan yang biasa ditanami ubi kayu, beralih ditanami padi, mengingat hujan berlangsung terus hingga penanaman musim tanam ketiga.
Kejadian El-Nino pada tahun 1997 di Pacitan terlihat menurunkan
produksi pada tanaman padi (Gambar 14), sedangkan pada tanaman pangan lain
tidak terlalu signifikan. Hal tersebut terjadi karena kebutuhan air non padi
lebih sedikit dibanding tanaman padi. Terdapat hubungan yang cukup erat antara
keanekaragaman hayati (biodiversitas) dengan curah hujan, seperti dijelaskan Di Falco et al. (2010) yang menyatakan bahwa sejumlah tanaman berkorelasi positif dengan curah hujan secara langsung. Hal itu menunjukkan bahwa jika hujan tersedia lebih banyak, maka akan lebih banyak lagi tanaman yang dapat ditumbuhkan, atau areal tanam yang dapat diperluas. Demikian pula halnya untuk studi di Kabupaten Pacitan, pada kondisi curah hujan yang meningkat, maka akan lebih banyak lahan yang dapat ditanami. Pemilihan komoditas disesuaikan dengan ketersediaan air atau kecukupan air tanaman.
keanekaragaman hayati (biodiversitas) dengan curah hujan, seperti dijelaskan Di Falco et al. (2010) yang menyatakan bahwa sejumlah tanaman berkorelasi positif dengan curah hujan secara langsung. Hal itu menunjukkan bahwa jika hujan tersedia lebih banyak, maka akan lebih banyak lagi tanaman yang dapat ditumbuhkan, atau areal tanam yang dapat diperluas. Demikian pula halnya untuk studi di Kabupaten Pacitan, pada kondisi curah hujan yang meningkat, maka akan lebih banyak lahan yang dapat ditanami. Pemilihan komoditas disesuaikan dengan ketersediaan air atau kecukupan air tanaman.
Berdasarkan jurnal “Interaksi
Iklim (Curah Hujan) Terhadap Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Pacitan”
dapat disimpulkan bahwa curah hujan memiliki korelasi yang erat dengan hasil
produksi tanaman pangan di Kabupaten Pacitan. Dengan kondisi Pacitan yang
bertanah kering, maka hujan memegang peranan penting dalam sektor pertanian.
Hal ini dikarenakan curah hujan dapat menentukan ketersediaan air bagi tanaman.
Sehingga pada tahun 2009-2010 ketika hujan berlangsung terus-menerus maka
tanaman pangan yang ditanam oleh petani adalah padi. Sedangkan sebelumnya
tanaman yang ditanam adalah ubi yakni sebagai tanaman yang tidak membutuhkan
air terlalu banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Boer R, Buono A, Suciantini. 2010. Pengembangan Kalender Tanaman
Dinamik
sebagai alat dalam menyesuaikan pola tanam dengan prakiraan iklim
musiman. [Laporan Hasil Penelitian I-MHERE B2CIPB], Institut Pertanian Bogor.
Bogor
Suciantini. 2015. “Interaksi Iklim (Curah Hujan) Terhadap Produksi
Pertanian di Kabupaten Pacitan”. http://www.biodiversitas.mipa.uns.ac.id diakses pada hari Kamis, 06 April 2017 pukul 14.32 WIB
http://www.pengertianilmu.com diakses pada hari Kamis, 06 April 2017
pukul 14.50 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar