Kamis, 11 Mei 2017

JURNAL AGROKLIMATOLOGI



Interaksi Iklim (Curah Hujan) Terhadap Produksi Tanaman Pangan Di Kabupaten Pacitan
(Relationship Between Climate (Rainfall) and Crop Production in Pacitan)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Agroklimatologi Semester II
Dosen Pengampu      : Dr. Ir. M. Arifin, MT

 
Nama                          : Ria Misdian Syahri
NPM                           : 1624010034
Program Studi           : Agribisnis
Kelas                           : A

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
SURABAYA
APRIL 2017

PERSOALAN :
Mengkaji suatu jurnal ilmiah yang bertema “Dampak Curah Hujan Terhadap Bidang Pertanian”

PEMBAHASAN :
Data Jurnal :
Judul Jurnal
:
Interaksi Iklim (Curah Hujan) Terhadap Produksi Tanaman Pangan Di Kabupaten Pacitan (Relationship Between Climate (Rainfall) And Crop Production In Pacitan)
Penulis
:
Suciantini
Tahun Penerbitan
:
2015
Lokasi Penelitian
:
12 Kecamatan di Kabupaten Pacitan
Sumber Data
:
Dinas Pertanian Kabupaten (Dinas Tanaman Pangan Dan Peternakan Kabupaten Pacitan Tahun 2007 Hingga 2011), Dinas Bina Marga Dan Pengairan Kabupaten Pacitan Dan BMKG Daerah

Kajian :
Salah satu komponen lingkungan yang merupakan faktor penentu keberhasilan suatu usaha budidaya tanaman adalah iklim/cuaca. Salah satu unsur cuaca/iklim yakni presipitasi (curah hujan). Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off, dan infiltrasi.
Jurnal yang ditulis oleh Suciantini yang berjudul “Interaksi Iklim (Curah Hujan) Terhadap Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Pacitan” ini berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten (Dinas Tanaman Pangan Dan Peternakan Kabupaten Pacitan Tahun 2007 Hingga 2011), Dinas Bina Marga Dan Pengairan Kabupaten Pacitan Dan BMKG Daerah. Sesuai dengan judul jurnal, penelitian ini dilaksanakan di 12 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.
Analisis data yang dilakukan adalah analisis curah hujan, analisis produktivitas berkaitan dengan perubahan iklim dan lain-lain, sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui keragaman iklim secara jangka panjang, dibuat keragaman musiman curah hujan dengan menggunakan data hujan pada wilayah Kabupaten Pacitan. Pada tahun-tahun ElNino, Normal dan La-Nina dilihat bagaimana pergeserannya.
2.      Untuk mengetahui keragaman musiman produksi padi, digunakan data produktivitas jangka panjang. Dilihat bagaimana perubahannya pada tahun-tahun El-Nino, Normal dan La-Nina.
Kabupaten Pacitan terletak di bagian paling barat daya Propinsi Jawa Timur dan berada di kawasan pantai selatan Pulau Jawa berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Tengah, memiliki luas wilayah daratan 1.419, 44 km2. Letak geografis Kabupaten Pacitan berada antara 110˚55’ – 111˚25Bujur Timur dan 7˚55’ – 8˚17Lintang Selatan. Kabupaten Pacitan secara administratif terbagi dalam 12 kecamatan, 5 kelurahan dan 159 desa. Sekitar 21% dari luas Kabupaten Pacitan adalah kawasan pegunungan kapur (karst) dengan topografi : 85% wilayah berbukit sampai bergunung, 10% bergelombang, dan 5% wilayah datar.
          Berdasarkan data dari Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Pacitan tahun 2009 diketahui bahwa dari 12 Kecamatan di Kabupaten Pacitan, semua kecamatan melakukan pertanian tanaman pangan dengan persentase terbesar di Kecamatan Nawangan yakni sebesar 15%, Kecamatan Kebon Agung dan Kecamatan Tulakan sebesar 14%. Persentase tersebut didasarkan kepada luas sawah yang diusahakan pada setiap kecamatan. Di samping penanaman pada lahan sawah,  penanaman tanaman pangan di lahan kering juga diusahakan, bahkan lebih luas daripada lahan sawah. Varietas yang banyak digunakan di Kabupaten Pacitan adalah IR 64, Sembada, Ciherang, Cibogo, Situ Bagendit, Intani dan Slegreng (padi lokal). Pada umumnya penanaman pada MT-1 adalah >90% padi monokultur, dan hanya sebagian kecil yang menanam padi ditumpangsarikan dengan palawija. Tanaman pada MT II, lebih bervariasi, karena pada umumnya petani sudah memahami kesulitan pengairan untuk pertanaman padi, meskipun untuk sebagian kecil wilayah ada yang mengusahakan padi bahkan hingga pertanaman ke 3, seperti di Desa Candi Kecamatan Pringkuku. Produksi bervariasi dari 2-8 ton/ha. Pola tanam pada lahan sawah tadah hujan, umumnya adalah padi-palawija/sayuran dan padi-bera. Penanaman dimulai bulan Desember atau Januari. Di lahan kering penanaman lebih cepat, umumnya sekitar pertengahan bulan November dengan pola tanamnya adalah :
1.      Padi gogo+palawija – palawija
2.      Padi gogo+palawija-bera
3.      Palawija-palawija-bera, dan
4.      Palawija saja.

Luasan yang menanam palawija saja di lahan kering merupakan luasan terbesar. Lahan kering ditanami padi gogo, jagung, ubi kayu, kacang tanah, kacang hijau, kedelai, ubi jalar dan sorgum. Untuk lahan kering selain padi gogo, ubi kayu mendominasi penanaman. Ubi kayu ditanam pada musim tanam kedua setelah padi. Ubi kayu dipanen pada saat menjelang musim hujan, dimana penanaman padi pada musim hujan akan dimulai
Curah hujan memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pangan. Hal ini disebabkan air sebagai pengangkut unsur hara dari tanah ke akar dan dilanjutkan ke bagian-bagian lainnya. Fotosintesis akan menurun jika 30% kandungan air dalam daun hilang, kemudian proses fotosintesis akan berhenti jika kehilangan air mencapai 60% (Griffiths, 1976).
Berdasarkan data luas panen bulanan Pacitan tahun 2006 hingga 2010 (sumber data dari Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Pacitan tahun 2007 hingga 2011) terlihat bahwa untuk padi sawah, persentase panen terbesar pada bulan Februari hingga Mei, untuk penanaman musim hujan, dan kemudian mengalami penurunan pada bulan-bulan berikutnya. Umumnya penanaman 2 kali setahun, kecuali pada tahun 2010, karena curah hujan cukup tinggi sepanjang tahun. Sedangkan untuk padi gogo, penanaman dilakukan sekali setahun, dan panen dari bulan Januari hingga Mei. Pada tahun 2007 terjadi pergeseran puncak tanam yaitu pada bulan April, namun demikian luas panen lebih tinggi dibanding bulan lainnya, karena pada tahun tersebut terjadi La-Nina. Hal tersebut sejalan dengan yang dinyatakan oleh Latiri et al (2010) bahwa produksi tanaman sangat berkorelasi dengan curah hujan pada saat musim tanam. Dari informasi luas panen dan luas tanam terlihat bahwa sentra produksi padi untuk Kabupaten Pacitan adalah Kecamatan Pringkuku, Punung dan Donorojo. Ketiga kecamatan tersebut lebih dominan mengusahakan padi di lahan kering daripada di lahan sawah. Karena memiliki lahan kering yang luas, maka selain mengusahakan padi, Kabupaten Pacitan juga mengusahakan tanaman pangan lain, seperti jagung, kacang tanah, kedelai, ubi kayu dan lain-lain. Dari beberapa tanaman pangan non padi tersebut, ubi kayu ditanam paling luas, terutama pada tiga kecamatan penghasil padi gogo, yaitu Donorojo, Punung dan Pringkuku. Mengingat ketiga lokasi yang berada di sebelah Barat Pacitan ini memiliki kondisi iklim yang relatif mirip. Ubi kayu biasa dipanen puncaknya pada bulan Agustus hingga September. Luas panen dan produksi ubi kayu mengalami kenaikan cukup signifikan mulai tahun 2003, kecuali pada tahun 2009-2010 mengalami penurunan, hal tersebut terjadi karena
lahan yang biasa ditanami ubi kayu, beralih ditanami padi, mengingat hujan berlangsung terus hingga penanaman musim tanam ketiga.
Kejadian El-Nino pada tahun 1997 di Pacitan terlihat menurunkan produksi pada tanaman padi (Gambar 14), sedangkan pada tanaman pangan lain tidak terlalu signifikan. Hal tersebut terjadi karena kebutuhan air non padi lebih sedikit dibanding tanaman padi. Terdapat hubungan yang cukup erat antara
keanekaragaman hayati (biodiversitas) dengan curah hujan, seperti dijelaskan Di Falco et al. (2010) yang menyatakan bahwa sejumlah tanaman berkorelasi positif dengan curah hujan secara langsung. Hal itu menunjukkan bahwa jika hujan tersedia lebih banyak, maka akan lebih banyak lagi tanaman yang dapat ditumbuhkan, atau areal tanam yang dapat diperluas. Demikian pula halnya untuk studi di Kabupaten Pacitan, pada kondisi curah hujan yang meningkat, maka akan lebih banyak lahan yang dapat ditanami. Pemilihan komoditas disesuaikan dengan ketersediaan air atau kecukupan air tanaman.
Berdasarkan jurnal “Interaksi Iklim (Curah Hujan) Terhadap Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Pacitan” dapat disimpulkan bahwa curah hujan memiliki korelasi yang erat dengan hasil produksi tanaman pangan di Kabupaten Pacitan. Dengan kondisi Pacitan yang bertanah kering, maka hujan memegang peranan penting dalam sektor pertanian. Hal ini dikarenakan curah hujan dapat menentukan ketersediaan air bagi tanaman. Sehingga pada tahun 2009-2010 ketika hujan berlangsung terus-menerus maka tanaman pangan yang ditanam oleh petani adalah padi. Sedangkan sebelumnya tanaman yang ditanam adalah ubi yakni sebagai tanaman yang tidak membutuhkan air terlalu banyak.


DAFTAR PUSTAKA
Boer R, Buono A, Suciantini. 2010. Pengembangan Kalender Tanaman Dinamik
sebagai alat dalam menyesuaikan pola tanam dengan prakiraan iklim musiman. [Laporan Hasil Penelitian I-MHERE B2CIPB], Institut Pertanian Bogor. Bogor

Suciantini. 2015. “Interaksi Iklim (Curah Hujan) Terhadap Produksi
Pertanian di Kabupaten Pacitan”. http://www.biodiversitas.mipa.uns.ac.id diakses pada hari Kamis, 06 April 2017 pukul 14.32 WIB

http://www.pengertianilmu.com diakses pada hari Kamis, 06 April 2017
pukul 14.50 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar